Dekolonisasi ilmu pengetahuan

Aksi pemindahan patung Cecil Rhodes dari kampus Universitas Cape Town pada tanggal 9 April 2015. Aksi ini merupakan bagian dari gerakan Rhodes Must Fall yang merupakan gerakan yang bertujuan untuk mendekolonisasi ilmu pengetahuan dan pendidikan di Afrika Selatan.[1]

Dekolonisasi ilmu pengetahuan atau juga dikenal dengan nama dekolonisasi epistemik[2] atau dekolonisasi epistemologis[3] merupakan sebuah konsep yang bertujuan mengakhiri ketergantungan terhadap teori, interpretasi serta ilmu pengetahuan yang telah ada dan lebih menekankan kepada pembentukan ilmu pengetahuan baru yang lebih sesuai dengan masa lalu serta masa kini atas interpretasi yang dilakukan oleh pencari pengetahuan terhadap dunia yang dihadapi.[4] Istilah ini merupakan bagian dari konsep dekolonialitas yang dicetuskan oleh seorang sosiologis, Anibal Quijano yang bertujuan mendekolonisasi penelitian, produksi ilmu pengetahuan serta kritik sosial.[5] Menurutnya, ilmu pengetahuan yang ada di Amerika Tengah dan di hampir seluruh bagian dunia tidak terlepas dari hegemoni ilmu pengetahuan barat berdasarkan analisis dari teori Descartes tentang subyek-objek dalam ilmu pengetahuan dan menyebut kondisi ini sebagai kolonialitas ilmu pengetahuan.[6]

Proses dekolonisasi dilakukan dengan mencari alternatif dari epistemologi, metodologi dan ontologi yang dianggap telah terkoloni oleh ilmu pengetahuan barat.[7] Selain membahas tekait produksi pengetahuan, konsep ini juga bertujuan menghilangkan aktivitas akademik yang dicurigai hanya memiliki sedikit hubungan terhadap pencarian kebenaran dan ilmu pengetahuan yang obyektif. Fondasi pemikiran ini berdasar bila kurikulum, teori dan ilmu pengetahuan mengalami kolonisasi, maka tempat yang mempelajari hal ini juga akan sebagian besar terpengaruh atas pertimbangan politik, ekonomi, sosial dan budaya yang mungkin berasal dari pengetahuan yang dikolonisasi. [8] Sudut pandang konsep ini mencakup beragam topik, seperti filsafat (khususnya epistemologi), ilmu, sejarah ilmu serta beberapa kategori fondasi dalam ilmu sosial.[9]

  1. ^ Chowdhury, Rashedur (2021). "From Black Pain to Rhodes Must Fall: A Rejectionist Perspective". Journal of Business Ethics (dalam bahasa Inggris). 170 (2): 287–311. doi:10.1007/s10551-019-04350-1. ISSN 1573-0697. 
  2. ^ Sepherd, Nick (1 April 2019). "Epistemic Decolonization". Keywords | ECHOES (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Oktober 2022. 
  3. ^ Mamdani, Mahmood (2016). "Between the public intellectual and the scholar: decolonization and some post-independence initiatives in African higher education". Inter-Asia Cultural Studies. 17 (1): 68–83. doi:10.1080/14649373.2016.1140260. ISSN 1464-9373. 
  4. ^ Heleta, Savo (2018). "Decolonizing Knowledge in South Africa: Dismantling the 'pedagogy of big lies'". Ufahamu: A Journal of African Studies (dalam bahasa Inggris). 40 (2). doi:10.5070/F7402040942. ISSN 0041-5715. 
  5. ^ Trembath, Sarah. "Decoloniality". American University Washington DC. Diakses tanggal 25 Oktober 2022. 
  6. ^ Chambers, Paul Anthony (2020). "Epistemology and Domination: Problems with the Coloniality of Knowledge Thesis in Latin American Decolonial Theory". Dados (dalam bahasa Inggris). 63. doi:10.1590/dados.2020.63.4.221. ISSN 0011-5258. 
  7. ^ Dreyer, Jaco S. (2017). "Practical theology and the call for the decolonisation of higher education in South Africa: Reflections and proposals". HTS Teologiese Studies / Theological Studies (dalam bahasa Inggris). 73 (4): 7. doi:10.4102/hts.v73i4.4805. ISSN 2072-8050. 
  8. ^ Broadbent, Alex (1 Juni 2017). "It will take critical, thorough scrutiny to truly decolonise knowledge". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 25 Oktober 2022. 
  9. ^ Hira, Sandew (2017). "Decolonizing Knowledge Production". Dalam Peters, Michael A. Encyclopedia of Educational Philosophy and Theory (dalam bahasa Inggris). Singapore: Springer. hlm. 375–382. doi:10.1007/978-981-287-588-4_508. ISBN 978-981-287-588-4. 

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search